FOKUS JATENG-BOYOLALI- Keberadaan Candi Watugenuk di Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo semakin menarik perhatian, belakangan ini sejumlah sekolah pun berinisiatif mengadakan outing class untuk mempelajari sejarah di masa lalu. Serta mengenalkan warisan budaya.
Seperti siswa kelas 7 SMP N 3 Mojosongo ini. Kamis 19 Januari 2023. Puluhan siswa bersama guru pendamping mengunjungi candi Watugenuk ini.
Mereka nampak antusias melihat kondisi struktur batuan candi yang ada di situs Watugenuk. Para siswa juga mencatat dengan baik penjelasan dari guru. Mulai dari penjelasan tentang penemuan situs, arca-arca yang ditemukan dan lainnya.
Wakil Kepala Bidang Sarana Prasarana (Sarpras), SMPN 3 Mojosongo, Suyanto mengatakan, Pihaknya memilih situs Watugenuk, Mojosongo selain lebih dekat. Para siswa bisa melihat dan menilai langsung. Bahwa di daerah Boyolali terdapat situs yang berharga.
” Di daerah kita ada situs yang sangat berharga peninggalan masa Hindu. Harapannya anak-anak bisa tahu budaya nenek moyang kita yang adiluhung. Kedepannya, anak-anak bisa ikut menjaga, walau ini peninggalan Hindu dan kita magoritas Islam bisa saling bertoleransi serta menjaga keberagaman bersama,” jelasnya saat ditemui di lokasi.
Windarti, guru lainnya menambahkan para siswa bisa mengenal tentang peradaban masa lampau di situs ini. Apalagi, peninggalan arkeologi di Situs Watu Genuk masih cukup lengkap. Siswa bisa melihat langsung bentuk Yoni, arca Nandini dan batuan struktur candi.
“Di sini ada situs dan dekat jadi biar anak-anak tahu situs ini. Lalu melestarikannya. Dengan melihat langsung anak-anak bisa merekam bentuk Yoni, arca nandini tunggangan Dewa Siwa dan lainnya,” jelasnya.
Salah satu siswa kelas 7B SMPN 3 Mojosongo, Taufik Adi Nugroho, mengaku cukup kagum dengan situs Candi yang tak jauh dari sekolahnya itu. Pahatan batunya cukup halus.
” Ternyata di sini dulu itu sudah ada peradangan yang sangat maju,” jelasnya.
Usia dari situs, para siswa mengunjungi rumah tokoh Hindu di Kragilan, Mojosongo, Sriyono. Karena beberapa artefak yang ditemukan di situs Watugenuk. Seperti batu lingga, ornamen makara, batu-batu dinding ukir disimpan di rumahnya.
Pada kesempatan itu Sriyono mengaku cukup senang, karena dapat mengenalkan kejayaan Boyolali di masa lalu dan mengajak para siswa untuk menguri-uri budaya lokal.
Kendati demikian, Sriyono juga mengingatkan para pengunjung situs Candi Watu Genuk, agar tidak bersenda gurau, maupun berkata yang tidak sopan. Kemudian juga tidak memindahkan batu, membawa pulang batu meskipun sebesar kerikil. Dia juga melarang pengunjung menyentuh atau memegang sesaji bila ada.
“Soalnya masih dalam kajian, jadi jangan sampai batu batunya dipindahkan utamanya yang ada di kotak galian.” (*)