FOKUS JATENG-BOYOLALI-Para peternak sapi terdampak kasus lumpy skin deseases (LSD) diimbau tidak panik dan menjual sapinya. Mengingat penyembuhan LSD bisa dipercepat, selain itu dampak ekonomi LSD bisa menurunkan nilai jual sapi hingga 47 persen.
Kabid Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakan Boyolali, Afiany Rifdania mengatakan sapi yang terkena LSD akan menurunkan nilai jual sapi hingga 47 persen dari harga normal. Jika asumsi normal harga sapi Rp 18 juta/ekor, bisa turun menjadi Rp 9,5 juta. Lalu produksi susu juga berpotensi turun sampai 65 persen. Padahal satu ekor sapi perah bisa menghasilkan 10 liter dalam sehari. Meski demikian, angka kematian akibat LSD cukup rendah. Yakni, 0-10 persen saja.
“Dampak langsung dan kerugian ekonomi yang tibul cukup banyak. Karena ternak akan mengalami penurunan berat badan, kekurusan karena tak mau makan. Maka akan berpengaruh pada produksi susu, kerusakan kulit permanen hingga penurunan atau kehilangan fertilitas pada sapi jantan maupun betina,” ujarnya.
Selain itu, penyembuhan LSD bisa dipercepat. Diantaranya dengan memberikan makanan yang bergizi pada ternak. Baru, Disnakan akan mengintervensi untuk pengobatannya. Guna menghambat penyebaran dan replikasi virusnya. Jika cepat diobati, maka bisa menekan potensi terpapar. Menurutnya, sapi perah cenderung lebih cepat sembuh dibanding sapi potong. Karena pemberian nutrisi makanan lebih banyak.
Sebelumnya, Kepala Disnakan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, mengatakan sudah menerima 580 laporan LSD hingga pertengahan bulan ini. Diantaranya, 32 dinyatakan positif LSD berdasarkan hasil laboratoriun. Sisanya, gejala klinis yang mengarah LSD. Kemudian yang sudah sembuh 20 ekor. Saat ini, Disnakan terus membuka hotline aduan untuk PMK dan LSD.
“Vaksin kita 3.700 sudah terdistribusi. Tapi yang menyampaikan ke kami (Laporan vaksin,red) lebih dari dua ribu. Kita sudah minta lagi ke provinsi, tapi belum (Turun,red). Agar bisa segera vaksinasi secepatnya. Kami ajukan lagi 10 ribu dosis.” (**)