FOKUS JATENG-BOYOLALI-Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar yang ada di dinding Kali Pepe Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, ditutup. Timbunan sampah yang memenuhi cekungan dinding kali itupun dikeruk. Selanjutnya, sampah-sampah tersebut akan dibawa ke Tempat pembuangan akhir (TPA) Winong, Boyolali Kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, Wiwis Trisiwi Handayani, mengatakan TPS liar tersebut terletak di Tanah Kas Desa (TKD) Ketaon, Banyudono. Diketahui ada dua TPS liar. Yakni di sebelah barat yang dekat jalan dan di sebelah timur dan agak masuk perkebunan warga. Keduanya, sama-sama berada di bantaran Kali Pepe. Namun, baru TPS liar disebelah barat yang dibersihkan.
“Posisi pembuangan sampah di TKD dan itu diizinkan desa. Dari desa ternyata menunjuk pengelola, ada empat orang. Pengelolanya ini yang kurang diedukasi untuk mengelola sampah yang diterima. Jadi tidak hanya dibuang laku menimbulkan timbulan sampah,” ungkap Wiwis saat ditemui pada Rabu 8 Pebruari 2023.
Dijelaskan, awalnya pengelolaan sampah hanya dilakukan dengan dibakar di TPS sebelah timur. Namun, karena hujan dan tidak bisa membakar sampah. Sehingga pembuangan sampah beralih ke sisi barat. Hanya saja, sampah terus ditimbun hingga membuat timbulan.
Menurut Wiwis, timbulan sampah tersebut, ternyata tidak hanya diterima dari warga Desa Ketaon saja. Pengelola juga menerima sampah dari Sambi, Simo bahkan Kartasura.
“Hari ini kita lakukan pengambilan sampah di sisi barat. Pengambilan sampah bisa 2-3 hari menilik sampah yang buang sudah berton-ton. Setelah ini, sisi barat itu akan kami tutup. Tidak boleh ada yang membuang sampah disitu,” katanya.
Di sisi lain, DLH juga memberikan edukasi pada pengelola. Agar melakukan pemilahan sampah. Wiwis memastikan, sampah-sampah yang bernilai jual bisa ditampung. Karena sampah anorganik layak jual akan langsung dibeli oleh Paguyuban Guyup Rukun dari pemulung TPA Winong. Sedangkan sampah organik bisa untuk pakan margot.
“Pengelola kami beri edukasi selama dua hari untuk pemilahan sampah. Nanti untuk sampah yang layak jual sudah ada yang beli. Lalu yang organik dikelola dengan magot, sudah ada yang nampani (Menerima,red) juga. Satu kilogram magot bisa Rp 7 ribu, yah dah bagus tho itu. Maka kita edukasi untuk solusi pengelolaan sampah kedepannya,” tegasnya.
Terpisah, Totok Sudaryanto, dari pegiat sungai Boyolali, berharap kesadaran masyarakat.
Jangan ada lagi pengelola sampah yang membuang sampahnya di lokasi itu yang merupakan kawasan wilayah sungai.
” Karena memang selama ini yang terjadi, awal mula terjadinya banjir bandang itu karena sampah yang menyumbat saluran sungai,” jelasnya.
Apalagi, menurutnya 90 persen sampah yang ada di TPA liar itu merupakan sampah plastik.
” Dan itu penguraiannya (plastik) itu butuh waktu ratusan tahun,” pungkasnya. (**)