FOKUS JATENG- BOYOLALI- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali berupaya mengurangi sampah ditingkat penyampah alias personal (individu) masyarakat. Mengingat kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) Winong sudah kritis. Sehingga strategi pengurangan sampah dengan pemilahan dan bernilai jual. Pihaknya menyiapkan kelembagaan yang akan mengatur bank sampah induk (BSI).
“BSI selesai dibuat 2022 dari dana DAK senilai Rp 1,2 miliar, lokasinya disesuaikan kebutuhan masyarakat. Yakni, di Desa Kiringan, Boyolali Kota yang saat itu meminta bank sampah. Jadi tetap kita di sana, tetapi fungsi dari BSI menjadi tempat untuk menampung dengan diberikan satu kompensasi, istilahnya dijualah,” kata Kepala DLH Boyolali, Wiwis Trisiwi Handayani . Sabtu 24 Maret 2023.
Dijelaskan, luas lahan BSI tersebut mencapai 15 x 25 meter persegi dengan luas bangunan 7 x 12 meter persegi. Pihaknya masih bersiap untuk operasional BSI. Terutama dari sisi kelembagaan, sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana (Sarpras).
“Tahun ini sudah bisa di fungsikan,” imbuhnya.
Sedangkan letak BSI terletak di timur Balai Desa Kiringan atau belakang bekas SD Kiringan 2 Boyolali Kota, lanjut Wiwis, selain telah membentuk paguyuban kelompok pemberdayaan masyarakat, pihaknya menegaskan akan memfasilitasi kebutuhan BSI. Diantaranya memfasilitasi pembinaan dan edukasi. Karena kelembagaan pengelola BSI akan berada di bawah naungan DLH.
“Karena nanti mengarah ke kelembagaannya, apa yang menguntungkan di sana. Kemudian karena ini memang BSI ini fasilitas pemerintah, walaupun berada di bawah tanah kas Desa Kiringan, namun, masih menjadi tanggungjawab kita untuk memfasilitasi sampai berhasil operasionalnya BSI,” katanya.
BSI ini nantinya bukan sebagai bank sampah pemilah. Namun, pengepul yang bisa langsung membeli sampah an organik dan bernilai jual. Kemudian, bank sampah unit bisa menjual sampah yang bisa didaur ulang ke BSI. Dia berharap, seluruh bank sampah unit ataupun desa yang berdaya dalam pemilihan sampah bisa masuk ke BSI. Meski hal tersebut memerlukam proses. Sehingga edukasi dan pemahaman terus diberikan pada masyarakat.
Sebelumnya, kondisi TPA Winong, Boyolali Kota kritis. Setiap hari, ada 60 ton sampah yang masuk. Sedangkan lahan yang ada di TPA tersisa 6 hektare saja.
“Kita hanya punya sekitar lahan 6 hektare, kalau dihitung-hitung kan bisa. Sehingga 2030, TPA itu akan hilang. Semua mangalir ke tingkat kecamatan. Di kecamatan pemberdayaan TPS 3R (Reduce, reuse. Recycle), kemudian ada bank sampahnya. Sehingga benar-benar ini menjadi masalah dunia, emergency terkait persampahan,” pungkasnya. (*)