Oleh: Agus Marwanto, ST*
TAHAPAN demi tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terus bergulir. Bakal calon legislatif (bacaleg) berbondong-bondong ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik bacaleg yang mendaftarkan penghuni rumah wakil rakyat di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Tahapan pemilu ini tentu nantinya sampai ke tahapan pendaftaran calon presiden (capres) hingga digelarnya pencoblosan hari H Pemilu 2024.
Jauh-jauh hari sebelum tahapan pemilu berjalan hingga kini masih terdengar isu politik identitas yang dinilai dapat memengaruhi masyarakat dalam menyalurkan dukungannya ke kelompok atau partai tertentu. Dengan mengemukanya isu politik identitas, seringkali menjadi topik hangat di masarakat, terutama menjelang pemilu. Isu ini sering dimanfaatkan oleh politisi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat. Namun, penggunaan politik identitas yang tidak bijak dapat memicu polarisasi dan memperburuk situasi konflik di masyarakat.
Sebetulnya, politik identitas itu apa sih? Literatur yang dikumpulkan penulis dari berbagai sumber, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok tertentu, seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya untuk tujuan tertentu. Pada zaman dulu, politik identitas digunakan sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok dalam melawan penjajah. Karena belum terbentuk struktur pemerintahan seperti sekarang ini, maka kelompok-kelompok pada zaman penjajahan bersatu melawan penjajah sampai dirainya kemerdekaan.
Menurut ahli, politik identitas merupakan politik yang fokus utamanya kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi, fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme dan pertentangan agama kepercayaan atau bahasa. Politik identitas hadir sebagai bentuk perlawanan kelompok terpinggirkan akibat kegagalan arus utama dalam mengakomodir kepentingan minoritas. Namun politik identitas tidak selamanya termaknai negatif dan berbahaya. Sebab secara positif, politik idenitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas.
Meskipun bisa dipandang secara positif, tapi politik identitas sudah masuk dikotomi oposisional. Pandangan ini lantas menjadi fondasi utama yang membedakan kepentingan individu dengan kepentingan kolektivitas karena disadari atau tidak masyarakat berada di titik tengah era modernisasi yang serba mekanik. Sehingga muncul ketidaksiapan masyarakat dalam memahami struktur kemasyarakatan yang ternyata plural. Maka ada yang beranggapan bahwa di tengah isu politik identitas ini muncul sub isu intoleransi.
Perlu dipahami bahwa politik identitas tidak hanya merasuk pada isu perpolitikan praktis menghadapi pemilu. Tapi politik identitas yang dinilai sebagai senjata yang ampuh ini juga merangsek ke berbagai lini. Misalnya di Eropa gerakan proletar di Amerika Latin yang memunculkan isu feminisme. Kemudian di Afrika muncul gerakan anti-apartheid, gerakan summer spring di Timur Tengah, dorongan pemekaran wilayah berasas etnis atau suku hingga gerakan sparatis di Indonesia sendiri.
Gerakan politik identitas ini dipengaruhi pendeknya ketidaksesuaian imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum. Maka politik identitas digunakan elit politik pada tataran politik praktis untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik. Begitu sebaliknya untuk mendapatkan dukungan publik dalam berpolitiknya.
Untuk menghadapi isu politik identitas, peran pengawasan partisipatif masyarakat sangat penting. Pengawasan partisipatif masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat secara aktif ikut serta dalam mengawasi dan mengontrol tindakan pemerintah serta kebijakan publik yang diambil. Dalam konteks politik identitas, pengawasan partisipatif masyarakat dapat dilakukan dengan cara-cara yang ilmiah.
Misalnya, mendorong masyarakat untuk berdialog antarkelompok yang berkepentingan. Dialog menjadi sarana yang fair dalam mengutarakan gagasan-gagasannya. Masyarakat dapat mengadakan dialog antar kelompok identitas untuk mendiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan politik identitas. Dalam dialog ini masing-masing kelompok saling memahami dan menghargai perbedaan identitas serta mencari solusi bersama untuk mengatasi masalah yang ada.
Melalui diskusi, seminar, dan momen lainnya kelompok yang menginginkan politik identitas dalam diterima masyarakat luas sesuai dengan penilaian masyarakat yang majemuk. Tidak kemudian pihak yang mengutarakan isu politik identitas membiarkannya tidak seimbang, sehingga menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
Lantas bagaimana peran masyarakat dalam menghadapi pemilu di tengah menyeruaknya politik identitas? Pertama, masyarakat harus berperan aktif dalam pesta demokrasi, yaitu ikut bersama penyelenggara pemilu dalam pemantauan. Isu politik identitas hanya sebagian kecil bagian yang diawasi dalam penyelenggaraan pemilu.
Kemudian masyarakat juga leluasa memantau politisi dalam menyuarakan politik identitas. Masyarakat dapat memantau dan mengkritisi politisi saat pidato, menyampaikan visi misinya dan lain sebagainya di tengah masyarakat. Masyarakat dapat memperhatikan pidato, program, dan kebijakan yang diusung oleh politisi bersangkutan.
Masyarakat bersama penyelenggara pemilu membangun kesadaran tentang pentingnya persatuan dan kesatuan. Masyarakat dapat membantu membangun kesadaran tentang pentingnya persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan identitas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan informasi dan pendidikan tentang keberagaman identitas, dan nilai-nilai yang mempersatukan masyarakat.
Masyarakat dapat mendorong partisipasi politik yang berkualitas dengan cara memilih calon yang memiliki program dan komitmen untuk memperkuat persatuan dan kesatuan. Masyarakat juga dapat aktif terlibat dalam pengawasan pelaksanaan program dan kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah.
Dalam menghadapi isu politik identitas, peran pengawasan partisipatif masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya polarisasi dan konflik yang lebih besar di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu aktif terlibat dan berpartisipasi dalam mengawasi dan mengontrol tindakan pemerintah serta kebijakan publik yang diambil. Selain itu juga ikut mengawasi kelompok-kelompok yang menyebarkan isu politik identitas hanya demi mementingkan kelompoknya atau tokoh yang diusungnya. (*)
*Sekretaris DPC PA GMNI Kabupaten Boyolali