FOKUS JATENG-BOYOLALI-Setiap 25 suro atau pekan ketiga bulan suro, warga masyarakat Desa Candisari (Pantaran), Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, menggelar Sadranan dan tradisi Buka Luwur di makam Ki Ageng Pantaran. Ribuan pengunjung dari berbagai daerah berbaur dengan warga setempat memadati area makam yang terletak di atas bukit yang tak jauh dari bumi perkemahan Indra Prasta Pantaran, Desa Candisari, Kecamatan Ampel. Jumat 11 Agustus 2023.
Para pengunjung tidak hanya berasal dari wilayah Boyolali saja. Tetapi juga banyak yang berasal dari luar Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Salatiga, Magelang bahkan Sumatera. Mereka tidak hanya mengikuti acara doa bersama, namun mereka juga rela berdesak-desakan memperebutkan takir nasi, janur, juga potongan kain bekas penutup makam. Sementara, di depan gapura makam berderet gunungan hasil bumi, setelah didoakan gunungan tersebut jadi rebutan pengunjung. Beberapa dari mereka menganggap benda tersebut bisa membawa berkah.
“Sudah tradisi untuk mencari berkah, kami kesini juga untuk berziarah ke petilasan Syeh Maulana Ibrahim Maghribi,” kata Suprihatin(40). Pengunjung dari Salatiga itu menambahkan mereka berkeyakinan benda-benda itu bisa membantu memperlancar usahanya.
Menurut Totok Sunyoto (59) juru kunci Makam Pantaran, ritual buka luwur atau lorodan luwur ditandai dengan kirab 20 orang yang berpakaian adat jawa jangkep. Mereka membawa kain mori putih,bunga, tombak dan payung mutha. Kemudian di makam Ki Ageng Pantaran, mereka menyerahkan mori dan payung kepada Bupati Boyolali M Said Hidayat yang diteruskan ke juru kunci sebagai pengganti tutup batu tempat semedi Ki Ageng Pantaran, dan nisan serta payung lama yang telah terpasang selama setahun. Ritual itu dilanjutkan dengan tabur bunga, serta diakhiri dengan tahlilan dan Ngalab berkah.
“Juga membawa Tumpeng Rasulan, yang merupakan simbol penghormatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,”katanya.
Selain itu, sesaji juga berupa gunungan 8 tumpeng nasih liwet yang dihiasi berbagai sayuran atau hasil bumi di lereng Merbabu. Tidak ketinggalan puluhan ayam jawa yang dibuat ‘ingkung’.
Tokoh masyarakat setempat, Ayub Sarjono menambahkan warga sekitar meyakini, sampai sekarang bahwa di Dukuh Pantaran, Desa Candisari itulah, makam Ki Ageng Pantaran. Dia adalah seorang wiku yang hidup di jaman kerajaan Demak Bintoro. Setelah kedatangan seorang ulama bernama Syech Maulana Ibrahim Maghribi dan saling bertukar wawasan, mereka kemudian mendirikan masjid di kawasan itu.
“Masjid inilah yang disebut masjid Pantaran yang artinya seusia (sepantaran) dengan pembangunan masjid Demak Bintoro. Wilayah yang kemudian dinamakan Desa Pantaran itu, semula gersang. Tetapi menjadi makmur setelah Ki Ageng menemukan mata air.”
Disebutkan selain makam Ki Ageng Pantaran dan petilasan Syech Maulana Ibrahim Maghribi di komplek tersebut terdapat petilasan Dewi Nawang wulan, Ki Ageng Mataram dan Ki Ageng Kebo Kanigoro.
Bupati Boyolali, M. Said Hidayat mendorong pelestarian tradisi yang ada dimasyarakat termasuk Buka Luwur di Makam Pantaran. “Seperti Tradisi buka luwur ini, upaya mendukung dari sisi wisata religi. Grojogan Sipendok ini juga yang menemukan Syekh Maulana Ibrahim Magribi saat penyebaran agama di sini,” katanya.
Ketua DPRD Boyolali Marsono menambahkan agenda tahunan di Desa Candisari ini, oleh warga sekitar diyakini akan membawa berkah bagi warga masyarakat desa itu.
“Tradisi ini akan menjadi asset kekuatan untuk memperkuat dan melestarikan budaya. Diharapkan juga bisa menjadi benteng kerukunan antar masyarakat,” katanya disela acara. (**)
Ngalab Berkah saat Tradisi Buka Luwur Pantaran

Ketua DPRD Boyolali Marsono menaburkan bunga di petilasan Syech Maulana Malik Ibrahim di Komplek Makam Pantaran Boyolali (doc/Fokusjateng.com)