FOKUSJATENG.COM, KARANGANYAR – Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sumanto, ingin masyarakat petani lebih mampu mandiri mengolah pertanian secara organik menyikapi soal keterbatasan penyaluran pupuk bersubsidi.
Meski begitu, dia juga berharap pemerintah ikut membantu memberikan solusi, di antaranya dengan melakukan sosialisasi secara serius sebagai dorongan agar petani dapat kembali ke cara pertanian organik secara profesional.
Langkah yang telah diambil Kementerian Pertanian (Kementan) terkait kebijakan pengurangan penyaluran pupuk subsidi untuk sejumlah komoditas utama pertanian, kata Sumanto, juga sejalan dengan Permentan Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
“Kebijakan tersebut juga untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas pupuk bersubsidi. Di samping itu, pengurangan penyaluran pupuk subsidi bertujuan agar petani kita bisa lebih mandiri untuk kembali ke organik. Tetapi pemerintah juga perlu melakukan program-program yang sifatnya lebih mendidik petani kita secara profesional, sehingga dalam memenuhi kebutuhan pupuk, petani kita tidak harus selalu bergantung kepada pemerintah disaat terjadi keterbatasan pupuk subsidi seperti saat ini,” ungkap Sumanto kepada wartawan, saat berada di Karanganyar, Jumat (11/8/2023).
Kebiasaan penggunaan pupuk organik secara konsisten, imbuh Sumanto, dirasa akan lebih menguntungkan masyarakat petani. Pasalnya, selain lambat laun akan mengurangi ketergantungan petani terhadap kebutuhan pupuk kimia, harga jual dari hasil pertanian organik juga relatif lebih tinggi.
“Bertani secara organik sebenarnya hanya soal kebiasaan masyarakat kita saja. Bahkan sebelum mengenal pupuk kimia termasuk urea, NPK dan sebagainya, petani kita jaman dahulu juga sudah mengolah lahan pertanian mereka secara organik. Maka dari itu pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi secara intensif agar petani kita lebih memiliki pemahaman dan bisa kembali ke organik. Pengolahan lahan pertanian secara organik pun sebetulnya lebih dapat menjaga kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjangnya,” papar Sumanto.
Sebagai informasi, pemerintah telah melakukan perubahan kebijakan dengan menetapkan Permentan No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Beberapa perubahan kebijakan di dalamnya, antara lain, komoditas yang disubsidi sebelumnya berjumlah lebih dari 60 jenis, sedangkan Permentan No. 10 Tahun 2022 kini mengatur penyaluran pupuk bersubsidi yang diprioritaskan pada 9 komoditas utama yang didasarkan pada kebutuhan pangan pokok dan komoditas berdampak terhadap inflasi atau komoditas strategis pertanian negara.
Sembilan komoditas utama tersebut yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, tebu, dan kakao, dengan luas kepemilikan lahan maksimal 2 Ha per petani.
Ada pula perubahan pada jumlah jenis pupuk bersubsidi yang semula terdapat 6 jenis pupuk yakni ZA, Urea, SP-36, NPK, Pupuk Organik, dan Pupuk Organik Cair. Kini, hanya menjadi dua jenis pupuk saja, yaitu Urea dan NPK.
Urea dan NPK diprioritaskan karena sebagai pupuk yang mengandung unsur hara makro esensial yang harus selalu tersedia karena berfungsi dalam proses metabolisme dan biokimia sel tanaman. Selain lebih efisien, Pupuk Urea dan NPK dianggap cukup untuk mendongkrak produktivitas 9 komoditas utama tersebut. (Kl/bre)