Dampak Kekeringan, Ada Sapi Makan Sapi di Boyolali

Terdesak kebutuhan warga Desa Lampar terpaksa menjual ternaknya untuk mencukupi kebutuhan air dan pakan bagi ternaknya yang lain (doc/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI– Istilah pedet (anak sapi) “memakan” sapi atau kambing memakan kambing, memang terjadi di wilayah Lereng Merapi Boyolali. Warga terpaksa menjual sebagian ternaknya, untuk mencukupi kebutuhan pakan hijau dan air bersih bagi ternak lainnya.
Menik warga Dusun Lampar Gede, Desa Lampar, Kecamatan Taman Sari, Boyolali mengatakan musim kemarau panjang saat ini semakin dirasakan warga. Tak hanya kesulitan air bersih, tetapi juga kebutuhan hijauan untuk pakan ternak sapi perahnya.
Kebutuhan itu mendesaknya untuk menjual salah satu ternaknya. Awalnya, dia memiliki lima sapi, tiga indukan dan dara serta dua anakan. Untuk membeli air, dia menjual satu sapi daranya. Satu tangki air bisa dimanfaatkan maksimal selama dua minggu.
“Saya sudah menjual cilikan (pedet), untuk membeli pakan bagi sapi-sapi yang besar,” katanya. Rabu 27 September 2023.
Dia mengaku, terpaksa menjual sapi muda miliknya. Mengingat, dari hasil penggemukan sapi tidak mencukupi untuk pembelian pakan ternak saat ini. Hal ini karena semua pakannya harus beli. Air, pakan hijauan dan campuran untuk ngombor atau memberi minum sapi, semuanya harus beli.
“Kekeringan sudah terasa sejak Agustus. Saya jual daranya satu, belinya Rp 12 juta lakunya cuman Rp 10 juta. Buat beli air, pakan hijau seikat Rp 7 ribu, belum jeraminya. Ambilnya dari Jatinom, Klaten. Kalau musim kemarau, ya begini, sapi makan sapi,” imbuhnya.
Sedangkan harga air bersih di dukuh yang merupakan dukuh paling atas di wilayah tersebut yang berada lereng Gunung Merapai sisi timur itu mencapai Rp 150.000/tangki.
“Satu tangki (5.000 liter) paling lama 10 hari sudah habis,” jelasnya.
Warga Desa Lampar lainnya, Sutarno, juga mengaku sudah menjual sebagian hewan ternaknya. Dia menjual dua ekor dari tujuh ekor kambing miliknya.
“Saya jual dua kambing yang besar, untuk beli pakan dan air bersih. Karena saat ini tidak ada pendapatan dari pertanian. Andalan di musim kemarau hanya tembakau dan cabe, sekarang sudah habis. Tanaman sayuran nggak ada, kalah sama monyet,”katanya.
Kepala Desa Lampar, Kecamatan Tamansari, Edi Susanto membenarkan, tradisi ternak makan ternak sudah berlangsung tiap tahun. Tiap kemarau tiba, warga akan menjual salah satu ternaknya untuk menghidupi ternak lainnya. Ada seribuan ternak sapi dan kambing di Desa Lampar.
“Iya, jadi ternak makan ternak. Itu hampir menyeluruh, yang butuh banyak air kan sapi,” kata Edi disela penyaluran bantuan air bersih dari Batalyon C Pelopor Satbrimob Polda Jateng didesanya.
Edi mengaku sudah membeli hingga delapan tangki air selama kemarau. Karena warga hanya bisa mengandalkan pembelian air bersih. Sampai saat ini belum ada sumber air bersih yang bisa dimanfaatkan, terutama di daerah atas. (**