FOKUS JATENG-BOYOLALI-Tingginya populasi dan seringnya berinteraksi dengan pemukiman warga, membuat kawanan kera liar di kawasan lereng Gunung Merapi wilayah Boyolali semakin nekat dan pintar. Ratusan kawanan kera liar ini tidak hanya merusak komoditi pertanian di ladang milik warga, namun mereka juga bisa menerobos pagar ladang yang terbuat dari jaring (paranet-red)
“Ada yang berani masuk dan merusak genting rumah juga, karena mencari makan ini kan musim kering. Itu di daerah Dusun Suden dan Bendo, Desa Dragan. Di sana berani masuk rumah,”kata warga Dusun Tegalsari, Desa Lampar, Kecamatan Tamansari, Wardi.
Senada, warga Desa Dragan, Kecamatan Tamansari, Sarwono mengatakan Konflik dengan kawanan kera liar ini sudah belasan tahun. Tiap menanam palawija pasti menjadi sasaran. Tanaman jagung hingga ubi jalar dicabuti dan dimakan tunasnya. Bahkan harus memasang jaring di sekeliling lahan. Hanya saja, monyet itu pintar. Mereka menerobos melalu bagian bawah jaring.
Tidak hanya menyerang komoditas pertanian, kawanan kera itu bahkan sudah berani membuka genting rumah atau mencuri singkong untuk pakan sapi. Untuk menangkal serangan kawanan kera yang biasanya bergerak dalam kelompok dengan anggotanya mencapai puluhan ekor, warga mengandalkan anjing. Biasanya saat sudah berhadapan dengan anjing yang bisa agresif, kawanan kera akan menyingkir. Namun bila berhadapan dengan manusia, tak jarang hewan primata masih berani melawan.
“ Kalau dulu kera liar bisa diusir dengan anjing. Tapi populasinya sudah ribuan, malah jadi anjingnya yang takut. Kalau bunuh atau meracuni kera juga kami pamali, gak berani. Lalu pernah juga kejadian, keranya mencegat perempuan penjual sayur untung bawa tongkat (Dihalau). Makanya pada takut juga,” tambahnya.
Menurut Kepala Desa Lampar, Kecamatan Tamansari, Edi Susanto, berbagai cara sudah dilakukan untuk menghalau kawanan kera liar itu. Warga mengepung koloni kera yang bersarang di jurang dengan petasan. Monyet-monyet itu langsung lari dan beruntungnya tidak kembali lagi.
“Kami sudah laporan ke kabupaten, provinsi. Tapi belum ada solusi yang tepat. Lalu dari Pak Camat (Tamansari) itu kerjasama dengan lembaga (Pengendali hama,Red) dari Jawa Barat itu, kawanan kera itu ditangkapi terus dipindahkan ke hutan gunung sana. Sudah ada beberapa warga desa lain yang menangkap,” ungkapnya.
Dijelaskan, sejumlah warga memasang perangkap kerangkeng. Kera yang tertangkap lalu diserahkan ke lembaga pengendali hama itu. “Intinya asal ada yang menerima hasil tangkapan kera, itu warga sudah senang. Memang dulu kera besar dihargai Rp100 ribu yang kecil Rp50ribu. Lalu Rp 25 ribu. Nah saat ini gak di kasih uang gak papa, asal ada yang mau menerima,” ujarnya. (**)