Pembudidaya Lele di Boyolali Masih Bertahan di Tengah Lonjakan Harga Pakan

Meski menjanjikan, sejak harga pakan terus mengalami kenaikan yang signifikan menjadi persolan serius, bagi para pembudidaya ikan lele di Boyolali (doc/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Sejak beberapa waktu terakhir, harga pakan terus mengalami kenaikan yang signifikan menjadi persolan serius, bagi para pembudidayaikan lele di Dusun Mangkubumen atau Kampung Lele, Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit.
Ketua Kelompok Pelaku Utama Perikanan Karya Mina Utama Kampung Lele, Tri Hardjono, menyebut produktifitas kampung lele cukup tinggi. Perhari, jumlah lele konsumsi yang dipanen mencapai 12 – 13 ton dengan 1.500-an kolam penggemukan, hanya saja sebagian besar biaya pembudidayaan ikan dihabiskan untuk pakan.
“Harga pakan yang semakin mahal, beberapa waktu terakhir cukup menjadi kendala kami dalam budidaya ikan ini,” katanya. Senin, 16 Oktober 2023.
Saat ini, harga pakan ikan ukuran 30 kilogram tembus Rp 380 ribu, naik sekira Rp 10 ribu per 10 kilogramnya. Tak hanya itu, petani juga diharapkan pada penjualan lele yang turun sampai 30 persen.
Dia menilai, naiknya harga pakan karena faktor tepung ikan yang masih impor. Sedangkan nilai dollar tinggi. Sehingga harga tepung ikan menjadi tinggi dan berimbas ke harga pelet. Namun, petani juga tak berani menaikan harga jual lele.
“Yang tidak stabil itu harga pakan. Pakan itu terus meningkat terus. Untuk pakan yang ukuran 30 mili itu per 30 kilogram saat ini sudah Rp 380 ribu, dari sebelumnya Rp 350 ribu, terus naik Rp 10 ribu, tak hanya itu, turunnya permintaan pasar juga membuat hasil panen cukup berat untuk menutup ongkos pengeluaran,” imbuhnya.
Dia menuturkan sampai sekarang juga belum ada jaringan pemasaran yang konsisten, menjamin harga jual ikan dengan harga tinggi. Padahal, mayoritas warga memang berprofesi sebagai petani lele.
“Jika musim panen tiba, maka harga ikan cenderung turun, bagaimana ya istilahnya, gak diterusi sudah terlanjut begini. Yang tidak bisa sesuai, marginnya (Untung) sangat kecil sekali. Sekarang harga pakan tinggi dan produk kami hanya segitu-gitu juga kan,” terang dia.
Dia menyebut, dimungkinkan karena faktor daya beli masyarakat turun dan berimbas pada perputaran uang di masyarakat.
“Penurunannya (Penjualan) sekitar 30 persen ada ini. Biasanya ini kan, pengepul-pengepul mengambilnya ada 4- 6 kuintal. Tapi ini kok mengambilkan 3-4 kuintal saja, turun.”
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan penghasilan, Kelompok Pelaku Utama Perikanan Karya Mina Utama Kampung Lele, sejauh ini masih sanggup bertahan, mengingat lele yang dipanen sudah ada yang mengambil dengan sistem kemitraan. Sekitar 85 persen lele konsumsi dikirimkan ke Jogjakarta. Baik diantarkan maupun diambil oleh pembeli. Sedangkan 15 persen untuk penjualan lokal seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo dan sekitar. (**)