Almas Tsaqibbirru dan Gibran Rakabuming Raka Digugat Membayar Ganti Rugi Rp 204 T

ilustrasi (doc/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-SOLO-Penggugat perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal Capres dan Cawapres, Almas Tsaqibbirru, dan Cawapres Koalisi Indonesia (KIM), Gibran Rakabuming Raka, digugat di Pengadilan Negeri (PN) Solo oleh Ariyono Lestari. Gugatan disampaikan secara online.
Ariyanto Lestari merupakan alumnus UNS. Sebagai warga Indonesia, dia merasa hak politiknya terganggu dengan putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kuasa hukum Ariyono Lestari, Andhika Dian Prasetyo mengatakan, pihaknya mengatasnamakan dirinya sebagai Tim GIBERAN (Giliran Berantakan). Almas sebagai tergugat satu, dan Gibran Rakabuming Raka sebagai tergugat dua.
Dalam pengajuan gugatan Almas disebut Andhika mencatutkan Universitas Negeri Surakarta. Menurutnya itu bukan UNSA, melainkan UNS.
“Karena dalam uji materiil yang dilakukan Almas, disitu terjadi pengaburan atau pembohongan bahwa dia adalah mahasiswa Universitas Negeri Surakarta, padahal tidak ada. Yang ada Universitas Surakarta atau yang disingkat UNSA,” kata Andhika saat ditemui awak media di PN Solo, Senin 13 November 2023.
Meski dalam surat pemohonan dan gugatan sudah direvisi, dan tidak mencantumkan Almas dari Univesitas Negeri Surakarta. Namun menurut Andhika hal itu ada kecacatan hukum.
“Itu digugatan uji materi, yang awal. Di web site MK yang sekarang kemungkinan sudah diubah. Tapi tidak boleh seperti itu,” ujarnya.
Terkait gugatannya kepada Gibran, dia menuturkan putusan MK soal perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 sangat menguntungkannya maju sebagai Cawapres.
“Dengan putusan MK, seperti yang banyak media liput, dan ahli dari politik, dan ahli hukum, sangat diuntungkan dengan putusan itu. Kami minta kepada KPU untuk menunda atau membatalkan Pencawapresan dari mas Gibran,” ujarnya.
Dia menyadari jika putusan MK itu sifatnya final, dan mengikat. Namun alangkah baiknya bila putusam MK itu diperkuat oleh putusan dari DPR RI.
“Masih ada sebenarnya langkah hukum yang harus dilewati, seperti di DPR, sebelum dijadikan dasar KPU untuk penggugatan,” ucapnya.
Dia menilai, dasar Ariyanto menggugat karena putusa MK tersebut dianggap memberikan jalan mulus dalam pencalonan capres cawapres. Sehingga demokrasi di Indonesia jadi mundur.
Tim Giberan berkesimpulan bahwa para Tergugat selayaknya mengganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp 1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024 yakni sebesar 204.807.222 orang, sehingga totalnya menjadi Rp 204.807.222.000.000. Nilai tersebut diberikan kepada lembaga terkait sebagai anggaran pendidikan kepada seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan yang baik.
“Langkah selanjutnya kami masih menunggu sidang pertama,” pungkasnya. (A. Nuryanto/**)