Kajian Etnobotani, Mengungkap Warisan Budaya Pemanfaatan Tumbuhan untuk Pengobatan Tradisional

Rini Verary Shanthi Dosen UIN Salatiga Mahasiswa Program Studi Doktor Fakultas Biologi UGM (doc/Fokusjateng.com)

Oleh: Rini Verary Shanthi
Dosen UIN Salatiga
Mahasiswa Program Studi Doktor Fakultas Biologi UGM
FOKUS JATENG-Etnobotani merupakan kajian tentang pemanfaatan tumbuhan oleh kelompok masyarakat (etnik) dalam kehidupan sehari-hari. Secara bahasa etnobotani berasal dari kata Ethnos (etno) yang berarti kelompok masyarakat dengan karakteristik yang sama, sedangkan botany artinya ilmu tentang tumbuhan. Kajian etnobotani merupakan keterkaitan antara etnik (kelompok masyarakat) dalam pemanfaatan tumbuhan untuk kehidupan sehari-hari. Istilah Etnobotani pertama kali dikenalkan oleh ilmuwan dari Amerika bernama Dr. John William Harshberger pada tahun 1595. Harshberger merupakan ahli botani dan seorang konservasionis. Pemanfaatan tumbuhan pada bidang etnobotani dikenal menjadi lima kategori yaitu: pemanfaatan untuk pangan (makanan), pemanfaatan untuk bahan bangunan (papan), pemanfaatan untuk bahan obat, pemanfaatan untuk ritual upacara adat, dan pemanfaatan untuk perkakas rumah tangga. Penelitian yang terkait dengan etnobotani melibatkan bidang keilmuan lain yang saling terkait, cotohnya fitokimia, taksonomi, anatomi, ekologi, konservasi, arkeologi, paleobotani, ilmu budaya, ilmu sosial dan kelimuan yang lain. Rangkaian bidang ilmu tersebut terintegrasi dengan baik untuk menjawab pertanyaan tentang alasan pemanfaatan tumbuhan yang dapat dianalisis secara ilmiah, sehingga penggunaannya tetap bisa dipertahankan dengan bukti secara empiris.
Kajian tentang pemanfaatan tumbuhan obat adalah bagian dari kajian etnobotani yang banyak diungkap dan diteliti oleh akademisi maupun untuk keperluan industri. Penggunaan tumbuhan obat untuk perawatan maupun pengobatan tradisional merupakan salah satu ragam budaya yang berwujud kearifan lokal (local wisdom). Pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan obat biasanya secara turun-temurun disampaikan dari tingkat generasi secara lisan serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pengetahuan ini bisa ditemukan pada naskah kuno atau kitab pengobatan peninggalan kerajaan serta tulisan dari masyarakat kampung adat. Contoh kitab kuno yang menjelaskan tentang penggunaan ramuan dari tumbuhan adalah Serat Centhini yang ditulis pada tahun 1814 M , Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi (1831 M), dan Serat Husada serta Primbon Jampi Jawi yang ditulis pada masa Sunan Pakubuwono X. Pemanfaatan tumbuhan untuk perawatan maupun pengobatan tradisional perlu dilestarikan. Tumbuhan yang digunakan dalam masyarakat etnobotani merupakan wujud kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di wilayah lokal. Sehingga penting mengkaji dari segi keberadaan, taksonomi, endemik, pemanfaatan dan kandungan yang ada pada tumbuhan tersebut. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang harus dijaga karena menjadi dasar keberlangsungan hidup. Pemerintah juga mendukung masyarakat dalam pemanfaatan pengobatan tradisional melalui acuan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu berupa Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Keputusan tersebut mendukung berkembangnya kajian tentang etnobotani pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan tradisional. Mengintegrasikan pengetahuan terdahulu dengan penelitian terkini terkait dengan kandungan zat/senyawa, kebermanfaatanya, serta keamanannya. Sehingga kita dapat ikut melestarikan budaya pengobatan tradisional ini dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. (**/adv)