Pemilik Pangkalan di Kota Solo Keluhkan Pelaksanaan Aturan Beli Gas LPG 3 Kg Pakai KTP: Ribet

Fokus Jateng-SOLO – Sejumlah pemilik pangkalan gas LPG 3 kilogram (kg) di Kota Solo mendatangi kantor Dinas Perdagangan di kompleks Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 9 Januari 2024. Mereka beraudiensi dengan jajaran Disdag Kota Solo, mengeluhkan beberapa permasalahan yang mereka hadapi menyusul diberlakukannya aturan beli gas LPG 3 kg pakai kartu tanda penduduk (KTP). 
Kedatangan para pemilik pangkalan gas LPG 3 kg itu diterima oleh Kepala Bidang Pelayanan dan Pengembangan Perdagangan Disdag Kota Solo, Training Hartanto bersama staf. 
Dari audiensi itu terungkap kalangan pemilik pangkalan gas LPG 3 kg mengaku mengalami kendala dalam pelaksanaan aturan itu. Di antaranya terkait kewajiban melaporkan atau merekapitulasi data penjualan gas tersebut kepada agen gas LPG melalui aplikasi secara daring setiap hari. Hal itu diakui menjadi beban tersendiri bagi pangkalan gas LPG 3 kg tersebut. 
“Sebetulnya berdasarkan regulasi tidak ada (permasalahan), cuma dalam pelaksanaannya jadi ribet,” ungkap Heru Purwanto, pemilik pangkalan gas LPG 3 kg di Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah dalam audiensi itu. 
Sebagaimana diketahui, aturan beli gas LPG 3 kg pakai KTP diberlakukan per 1 Januari 2024. Namun Heru mengatakan kewajiban penggunaan KTP justru kerap memicu konflik dengan pembeli yang sebagian besar tetangga rumah.
“Ini disebabkan sosialiasi yang dilakukan pemerintah belum maksimal,” ujar Heru.
Ia menjelaskan selama ini pangkalan mendapatkan pasokan gas LPG 3 kg dari agen dengan sistem beli putus. Artinya, pemilik pangkalan yang memesan gas LPG 3 kg biasanya langsung membayar kepada agen sehari sebelum diterima pangkalan. 
“Kita kan beli dari agen karena kita terikat dengan agen dan kita mitranya agen. Kita belinya sistem beli putus, satu hari sebelum harus bayar dulu, baru besoknya dikirim. Sebetulnya kan selesai. Tapi kita diberikan beban, wajib membuat laporan, pembeli harus pakai KTP,” tuturnya. 
Ia mengungkapkan pada praktiknya, pelaporan melalui aplikasi itu tidak semudah yang dibayangkan terutama bagi pemilik pangkalan atau keluarganya yang sudah berumur dan tidak terbiasa dengan aplikasi atau gadget. 
“Ya kalau punya HP, punya pun mungkin hanya satu, kalau nggak punya kan harus beli dulu. Itu modal juga, belum pulsanya. Kita harus keluar biaya lagi. Untuk pelaporan penjualan pun harus setiap hari. Praktiknya tidak semudah dicatat terus dimasukkan, padahal laporan harus dalam hari itu juga. Misal kita belum sempat langsung melaporkan ya tertunda besoknya baru bisa, akhirnya banyak terjadi pelaporan yang nggak faktual,” ucap dia. 
Permasalahan lain berkaitan dengan pembatasan pembelian jumlah gas LPG 3 kg untuk konsumen rumah tangga yang diperuntukkan hanya warga miskin atau UMKM. Pada kenyataannya, ia mengungkapkan warga yang tidak tergolong warga miskin juga bisa membeli. 
“Persyaratan harus pakai KTP, kalau rumah tangga kan (kuota beli) satu (tabung gas LPG 3 kg) kalau UMKM bisa dua. Dalam kategori dalam satu bulan cuma 10. Ini tidak masuk logika khususnya UMKM, sedangkan UMKM sehari kadang nggak cukup dua, bisa 4-5 (tabung). Hal-hal yang semacam itu bikin ribet,” ungkapnya. 
Apalagi menurutnya, pemahaman satu KTP bisa beli satu tabung LPG untuk rumah tangga di satu pangkalan tidak dipahami sepenuhnya.
Oleh karena itu, ia pun mengajukan usulan agar program subsidi dari pemerintah tidak perlu diberikan melalui elpiji, melainkan lewat program yang lain. “Lebih baik subsidi dicabut sama sekali,” katanya.
Pemilik pangkalan gas LPG 3 kg lainnya, Sigit, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ultimatum dari PT Pertamina yang menyebut akan menutup operasional pangkalan jika masih ada yang melanggar ketentuan yang telah diberlakukan itu. Ia berharap sanksi itu jangan dulu diterapkan mengingat dalam pelaksanaan di lapangan belum berjalan maksimal. 
Ia meminta agar pemerintah meninjau ulang soal pembuatan laporan bulanan di tingkat pangkalan elpiji 3kg. Pembuatan laporan bulanan dinilai tidak efektif dan memberatkan pemilik pangkalan elpiji 3kg. 
Ia juga meminta agar tidak ada sanksi bagi pemilik pangkalan elpiji 3kg sebelum persoalan itu tuntas. “Satu sisi pemilik pangkalan diminta tertib administrasi. Namun, pengecer bisa bebas berjualan elpiji 3kg tanpa ada tuntutan,” papar dia. 
Menanggapi keluhan para pemilik pangkalan gas LPG 3 kg itu, Training Hartanto mengatakan pihaknya segera mengagendakan pertemuan yang melibatkan pihak-pihak terkait, terutama dengan Pertamina, Hiswana Migas, agen-agen gas LPG, hingga perwakilan pemilik pangkalan gas LPG tersebut. 
“Kita agendakan minggu ini untuk pertemuan dengan berbagai pihak itu untuk menyampaikan apa yang menjadi keluhan dari para pemilik pangkalan gas LPG hari ini,” kata Training.  ( A.Nuryanto /**)