Tradisi Sadranan di Maxone Hotel Loji Kridanggo Boyolali

Fokus Jateng – BOYOLALI, – MaxOne Hotel Loji Kridanggo Boyolali kembali mengenalkan tradisional warga lereng Merapi Merbabu yakni budaya “Nyadran”, yang digelar cukup sederhana di hotel setempat, pada Minggu 25 Februari 2024.

Meski demikian, rangkaian acara Nyadran tersebut cukup menarik dan menyita perhatian pengunjung, yang seakan terbawa kembali ke masa lalu.

Adapun Rangkaian Upacara Adat Tradisi Nyadran yang digelar MaxOne Hotel Loji Kridanggo Boyolali meliputi,

Kirab Tenong

Di sesi ini keluarga besar Managemen Hotel bersama dengan tamu Hotel membawa tenong yang berisi, makanan ringan untuk suguhan para tamu dan tumpeng lengkap dengan lauknya untuk kendurian, yang nantinya dimakan bersama setelah semua prosesi selesai.

Wedharan

Kata sambutan oleh Sesepuh (berisi makna dan tujuan sadranan dan pentingya melestarikan budaya, termasuk budaya gotong-royong).

Kenduri/Kembul Bujono & Doa

Makanan yang dibawa dalam tenong berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng, urap sayur dan lain sebagainya. Makanan tersebut diletakkan di depan untuk didoakan oleh Sesepuh atau Pemuka Agama untuk mendapatkan berkah.

Ramah Tamah

Sebagai sarana untuk mempererat silaturahmi dan merekatkan hubungan antar keluarga yang mungkin sudah lama tidak bertemu, serta mewujudkan budaya sosial masyarakat Jawa yang penuh dengan kehangatan.

“Tata cara pelaksanaan Tradisi Sadranan pada intinya tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur tetapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan,” ungkap Aloys Sutarto, Owner MaxOne Hotel Loji Kridanggo Boyolali.

Aloys mengemukakan, mewujudkan Tradisi Sadranan di Hotel ini tujuannya bukan hanya untuk mengenalkan Tradisi Nyadran kepada para tamu Hotel yang mungkin datang dari berbagai daerah, namun juga bertujuan untuk menfasilitasi keluarga asli Boyolali yang masih memiliki leluhur yang dimakamkan di Boyolali tetapi sudah tidak memiliki kerabat serta tempat tinggal di Boyolali untuk tetap dapat melaksanakan Tradisi Sadranan bersama dengan kerabat dan keluarga ala MaxOne Hotel Loji Kridanggo Boyolali.

“Kami akan selalu hadir di tengah masyarakat Boyolali sebagai Hotel yang terus menggali, mempertahankan serta mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) baik adat, maupun seni dan budaya,” ujarnya.

Sebagai mana diketahui, Sandranan atau Nyadran merupakan salah satu tradisi Jawa yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Boyolali. Tradisi Nyadran juga termasuk sebagai salah satu tradisi menjelang datangnya Bulan Suci Ramadhan. Nyadran konon berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan. Nyadran atau Sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang Jawa yang dilakukan di bulan Sya’ban (Kalender Hijriyah) atau Ruwah (Kalender Jawa). Nyadran dimaksudkan sebagai sarana ucapan syukur dan mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian, melestarikan budaya gotong-royong dalam masyarakat, sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kendurian atau boleh disebut kembul bujono serta (makan bersama).

Tradisi Nyadran seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. Tradisi Nyadran berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Dalam tradisi Tionghoa, dikenal pula tradisi “Ceng Beng” yang memiliki kesamaan dengan Tradisi Sadranan, yaitu upacara untuk mengenang para leluhur dan merekatkan hubungan antar keluarga. (ist/**)