Mendesak Perlunya Penanganan Stunting, AKI dan AKB di Boyolali

Fokus Jateng- BOYOLALI,-Belum optimalnya penanganan Stunting dan angka kematian ibu (AKI) serta angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten Boyolali memiliki dampak yang besar dalam penurunan prevalensi stunting, AKI dan AKB

Berdasarkan laporan Gizi Kabupaten Boyolali 2023, jumlah balita dengan status gizi stunting sebanyak 5.019 balita (8,54%), dari total balita yang ditimbang dan diukur balita sejumlah 58.765. Angka Kematian Ibu di tahun 2023 sebanyak 8 kasus dari 13.307 ibu hamil yang ada di Kabupaten Boyolali. Angka Kematian Bayi pada tahun 2023 adalah 11,06 per 1000 kelahiran hidup.

“Mengingat, perlunya strategi gerak cepat untuk menangani kasus tersebut, kami membentuk Gerakan Masyarakat Cegah Stunting, Sayang Ibu, Sayang Anak dengan Kader Remaja atau Gercep Siar,” kata Koordinator Gercep Siar, Bayu Sahid Nugroho, pada Jumat 12 Juli 2024.

Kabid Kabid Pemerintah dan Pembangunan Manusia Bapperida Kabupaten Boyolali ini mengemukakan gerakan ini akan melibatkan berbagai stakeholder di Kabupaten Boyolali yang barkaitan dengan penanganan dan penurunan prevalensi stunting, AKI, dan AKB. Berbagai stakeholder memiliki tugas dan perannya masing-masing.

Senada, dokter spesialis kandungan sekaligus Koordinator Komisariat Perhimpunan Obstetri Ginekologi Boyolali Haris Sukastyo yang juga menangani masalah stunting di Boyolali menginsiasi program gercep siar untuk menurunkan angka stunting. Pihaknya lantas menyisir anak dengan potensi dan risiko stunting untuk ditangani. Upaya kuratif ini untuk menyelesaikan masalah stunting terlebih dahulu.

“Misalnya bayi yang baru lahir dengan risiko stunting bersama-sama kita tangani supaya tidak terjadi perubahan fisik. Bahkan lebih awal lagi, pada ibu hamil. Jadi kami bisa menemukan ibu hamil yang bayi dilahirkan berisiko stunting,” ungkapnya.

Pihaknya akan mengintervensi gizi pada ibu hamil trimester pertama. Seperti pemberian pil penambah darah, penanganan ibu dengan potensi preeklamsia, ibu dengan fisik terlalu kurus, maupun risiko bayi yang berpotensi kecil saat lahir. Setelah pemantauan itu baru dilakukan evaluasi.

“Kami punya kepedulian, ternyata salah satu faktor risiko stunting yakni ibu dengan usia muda. Kami ada 14 dokter kandungan yang mau turun ke lapangan, kami bekerjasama dengan Dinkes dan KB untuk menangani ibu hamil yang berisiko stunting dan risiko lain. Kami bisa lakukan screening. Sekaligus diharapkan bisa mengurangi angka kematian ibu dan AKB.”

Dijelaskan, program ini juga menyasar remaja sekolah. Pihaknya memberikan pengetahuan baru terkait reproduksi. Jadi penyelesaikan tak hanya anak terkena stunting namun, juga yang berisiko melahirkan stunting.

“Kami juga bekerjasama dengan dinas terkait. Agar calon pengantin mengetahui kondisi diri dan ada tidaknya potensi melahirkan anak stunting,” pungkasnya. (**)