Tenang, Ada Zero Slum Model untuk Tangani Permukiman Kumuh di Boyolali

Fokus Jateng-BOYOLALI,- Pemkab Boyolali menggagas terwujudnya permukiman yang sehat dan layak huni. Mengingat, pada 2020 luas Kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Boyolali mencapai 87,85 Ha. Sehingga, Pemkab Boyolali bersama Ditjen Ciptakarya melalui Program KOTAKU telah melakukan penanganan permukiman kumuh melalui berbagai program dan kegiatan. Seiring berakhirnya program KOTAKU, Pemkab Boyolali memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menangani permukiman kumuh.

“Sehingga, kami menginisiasi inovasi strategi dalam penanganan permukiman kumuh yang efektif dan efisien yakni konsep Zero Slum Model,”kata Okta Dwi Prabowo, Kabid Pengembangan Kawasan Permukiman, pada Dinas Perumahan Dan Kawasan Permukiman Boyolali. Minggu 21 Juli 2024.

Dia menjelaskan, Zero Slum Model merupakan metode penanganan kumuh tidak hanya berbasis pada pembangunan infrastruktur saja, namun juga berbasis pada kriteria kumuh lainnya dan sesuai dengan karakter Boyolali dan adanya keterlibatan pemangku kepentingan dalam penanganan kumuh.

“Penyumbang terbesar nilai kekumuhan di Boyolali yakni pengelolaan sampah dan penanganan kebakaran. Jadi, focus penanganan ya di dua kriteria itu, dengan melibatkan stakeholder terkait.”

Sebelumnya, penanganan permukiman kumuh tersebut membutuhkan pendanaan yang besar. Anggaran pada 2022 adalah 607.500 ribu dengan luas penanganan seluas 8,92 ha, sehingga rata-rata kebutuhan penanganan kumuh adalah Rp. 68.105.381/ha. Kemudian, tahun 2023 luas permukiman kumuh mencapai 31,72 Ha. Untuk menyelesaikannya pada 2024, apabila dilakukan penanganan dengan pembangunan infrastruktur dibutuhkan anggaran sebesar Rp 470 juta dengan rata-rata kebutuhan penanganan kumuh adalah Rp 15.015.974 /ha.

Akan tetapi, melalui Zero Slum Model, kata Okta akan lebih efisien. Dimana penanganan sampah dari sumber rumah tangga dan sistem penanganan kebakaran skala rumah tangga dibutuhakan anggaran sebesar Rp 230 juta dengan rata-rata kebutuhan adalah Rp 7.348.242,00/Ha.

“Ada efisiensi hampir separuhnya ya, dan itu turun sebesar hampir 90 % jika dibandingkan pengeluaran untuk penanganan kumuh pada tahun 2022,” ujar Okta.

Penanganan permukiman kumuh, menurutnya tidak hanya dilakukan pemerintah daerah akan tetapi juga melibatkan pemangku kepentingan dari dunia usaha diantaranya Perbankan, BUMD, dan pengembang perumahan.

“Dengan Zero Slum Model menjadikan penanganan permukiman kumuh lebih efektif karena menyasar langsung karakter/kriteria kumuh setiap wilayah, kalau deri sisi anggaran jelasjauh lebih efisien,” pungkasnya. (**)