Ngalab Berkah di Lorodan Luwur Makam Ki Ageng Pantaran Boyolali

selain makam Ki Ageng Pantaran dan petilasan Syech Maulana Ibrahim Maghribi di komplek Pantaran terdapat petilasan Dewi Nawang wulan, Ki Ageng Mataram dan Ki Ageng Kebo Kanigoro (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng-BOYOLALI- Setiap jumat ketiga bulan suro, warga masyarakat Desa Candisari (Pantaran), Kecamatan Gladaksari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menggelar Sadranan dan tradisi Lorodan (buka)Luwur di makam Ki Ageng Pantaran. Ribuan pengunjung dari berbagai daerah berbaur dengan warga setempat memadati area makam yang terletak di atas bukit Desa setempat. Jumat 02 Agustus 2024.

Para pengunjung tidak hanya berasal dari wilayah Boyolali saja. Tetapi juga banyak yang berasal dari luar Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Salatiga, Magelang bahkan Sumatera. Mereka tidak hanya mengikuti acara doa bersama, namun mereka juga rela berdesak-desakan memperebutkan takir nasi, janur, juga potongan kain bekas penutup makam. Sementara, di depan gapura makam berderet gunungan hasil bumi, setelah didoakan gunungan tersebut jadi rebutan pengunjung. Beberapa dari mereka menganggap benda tersebut bisa membawa berkah.

“Ini langka, tradisi setahun sekali berebut hasil bumi, saya bukan dari sini, sebetulnya bisa beli sayur sendiri sih, tapi berkahnya itu lho,” kata Tatik (45). Pengunjung dari Solo itu menambahkan mereka berkeyakinan benda-benda itu bisa membantu memperlancar usahanya.

Menurut Totok Sunyoto (60) juru kunci Makam Pantaran, ritual buka luwur atau lorodan luwur ditandai dengan kirab 20 orang yang berpakaian adat jawa jangkep. Mereka membawa kain mori putih, bunga, tombak dan payung mutha. Kemudian di makam Ki Ageng Pantaran, mori dan payung dipasang sebagai pengganti tutup batu tempat semedi Ki Ageng Pantaran, dan nisan serta payung lama yang telah terpasang selama setahun. Ritual itu dilanjutkan dengan tabur bunga, serta diakhiri dengan tahlilan dan Ngalab berkah.

“Juga membawa Tumpeng Rasulan, yang merupakan simbol penghormatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulullah,”katanya.

Selain itu, sesaji juga berupa gunungan 8 tumpeng nasih liwet yang dihiasi berbagai sayuran atau hasil bumi di lereng Merbabu. Tidak ketinggalan puluhan ayam jawa yang dibuat ‘ingkung’.

Tokoh masyarakat setempat, Ayub Sarjono menambahkan warga sekitar meyakini, sampai sekarang bahwa di Dukuh Pantaran, Desa Candisari itulah, makam Ki Ageng Pantaran. Dia adalah seorang wiku yang hidup di jaman kerajaan Demak Bintoro. Setelah kedatangan seorang ulama bernama Syech Maulana Ibrahim Maghribi dan saling bertukar wawasan, mereka kemudian mendirikan masjid di kawasan itu.

“Masjid inilah yang disebut masjid Pantaran yang artinya seusia (sepantaran) dengan pembangunan masjid Demak Bintoro. Wilayah yang kemudian dinamakan Desa Pantaran itu, semula gersang. Tetapi menjadi makmur setelah Ki Ageng menemukan mata air.”

Disebutkan selain makam Ki Ageng Pantaran dan petilasan Syech Maulana Ibrahim Maghribi di komplek Pantaran terdapat petilasan Dewi Nawang wulan, Ki Ageng Mataram dan Ki Ageng Kebo Kanigoro.(**)