4 Pesilat Kasus Ngemplak Boyolali Ajukan Praperadilan

Perwakilan tim penasihat hukum 4 pesilat tersangka kasus penganiayaan remaja Ngemplak, Boyolali, mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Boyolali, Kamis. (doc/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng-BOYOLALI,-  Curiga ada kejanggalan dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Tim Penasehat Hukum, empat pesilat yang jadi tersangka kasus meninggalnya Aan Hengky Damai Setianto, remaja di Ngemplak, Boyolali mengajukan gugat Preperadilan.

Keempat tersangka dalam kasus tersebut meliputi dua orang dewasa dan dua anak-anak. Mereka masing-masing berinisial LAR (16) dan RP (17). Sedangkan dua tersangka dewasa atas nama Tegar Yusuf Bahtiar (19)dan Rizal Saputra (19).

Tim kuasa hukum yang diketuai Sarif Kurniawan mendaftarkan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Boyolali, Kamis 15 Agustus 2024.

Pihaknya menggugat Kapolri yang telah menetapkan Rizal Saputra alias Kecu (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19) dalam kasus tewasnya korban.

“Ada kejanggalan-kejanggalan sewaktu pemeriksaan, termasuk temuan-temuan yang kami dapat, kami olah. Kemudian hari ini, sudah didaftarkan untuk praperadilan di Pengadilan Negeri Boyolali,” katanya.

Dia menyebutkan sejumlah kejanggalan itu diantaranya, kedua kliennya ditetapkan sebagai tersangka pada waktu dan di hari yang sama dengan terbitnya laporan polisi dan perintah penyidikan.

Cepatnya proses itu menimbulkan kecurigaan tim penasehat hukum tersangka.

“Bagaimana bisa proses hukum acara pidana yang sangat kompleks dapat dilakukan di hari yang sama oleh termohon (Polisi). Termasuk mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka,” kata Sarif.

Apalagi, lanjutnya, dua kliennya ini ditetapkan dalam kasus kekerasan anak tanpa adanya bukti surat visum et Repertum.

Padahal bukti surat itu sangat penting sebagai bukti jika korban benar-benar meninggal dunia akibat dari pemukulan yang dilakukan kliennya.

Menurutnya, dengan tidak adanya surat Visum Et Repertum itu, penetapan dua kliennya sebagai tersangka kabur.

” Pertanyaannya, apakah iya korban yang meninggal dunia 30 Juli akibat pemukulan yang terjadi pada 14 Juli dan 26 Juli?,”

Hingga saat ini pihaknya surat Visum Et Repertum belum menerima salinan hasil otopsi itu.

“Tidak diberikan salinan (hasil autopsi) atau apa, tidak diberikan sampai saat ini,” kata dia.

Selain itu, dalam proses pemeriksaan, dua kliennya menyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tak mau didampingi pengacara.

” Namun di BAP tersebut, dibawahnya ada tanda tangan pengacara, tunjukkan Polres Boyolali,” jelasnya.

Dia menegaskan permohonan praperadilan dengan termohon Kapolri ini bukan untuk menantang Polisi. Pihaknya hanya ingin memberikan saran bagi polisi agar sesuai prosedur.

” Kita menemukan hal-hal yang janggal, kemudian kita uji di Pengadilan. Sebenarnya fungsinya hanya untuk kontrol terhadap kepolisian, agar ketika nanti menangangani perkara tidak serta merta atau salah prosedur dalam penanganan.”

Sementara itu, Humas PN Boyolali, Tony Yoga Saksana membenarkan permohonan praperadilan atas kasus kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

” Saat ini masih dalam proses administrasi pendaftaran permohonan praperadilan, baik secara manual maupun elektronik,” ujarnya.

Setelah proses verifikasi administrasi pendaftaran yang dilakukan panitera selesai dan dinyatakan lengkap, Ketua PN akan menunjuk hakim yang akan menyidangkan Praperadilan yang diajukan pemohon.

” Kalau dari adminitrasi pendaftaran sudah lengkap. Sudah selesai, baik secara manual atau elektronik, baru disampaikan ke Pak Ketua,” kata Tony. (**)