Fokus Jateng- BOYOLALI – Babak baru kasus penganiayaan yang melibatkan dua pesilat hingga berujung meninggalnya AHD (16). Dua terdakwa anak mulai menjalani persidangan secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Boyolali. Sidang perdana ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, Rabu 21 Agustus 2024.
Sidang yang melibatkan anak berurusan dengan hukum ini dipimpin Dwi Hananta sebagai Ketua Majelis Hakim serta hakim anggota Tony Yoga Saksana dan Andika Bimantoro.
Meski dilakukan secara tertutup, sidang perdana ini tetap dihadiri oleh puluhan warga pendukung kedua pesilat.
Sebelum sidang digelar, majelis hakim PN Boyolali terlebih dulu melaksanakan Disversi atau menyelesaikan perkara itu diluar pengadilan.
Hal itu mengingatkan RM dan LAR itu usianya masih dibawah 17 tahun. Ancaman hukuman bagi dua terdakwa anak ini juga dibawah 7 tahun penjara.
Hakim pun kemudian memfasilitasi dua belah pihak, yakni korban dan anak yang berhadapan dengan hukum.
Hanya saja, langkah Disversi ini gagal ditempuh. Keluarga korban menghendaki dua anak yang juga terlibat melakukan penganiayaan itu diadili.
” Tadi sudah ditawarkan (upaya Disversi). Ternyata (keluarga korban) tidak bersedia. Jadi ketika tidak bersedia berarti mulai persidangan,” kata Juru Bicara PN Boyolali, Lis Susilowati, Rabu .
Dijelaskan, diversi dilakukan berdasarkan PP nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang usianya Kurang dari 12 tahun. Dimana, dalam pasal 50 menekankan bahwa ketika ada yang ancamannya kurang dari 7 tahun maka dilakukan diversi. Diversi juga diatur di Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 4 tahun 2014 tentang tentang Diversi. Karena tak terjadi kesepakatan, sidang kasus tersebut dilanjutkan dengan pembacaan surat dakwaan.
Dikemukakan, bahwa dalam surat dakwaannya, adalah alternatif subsideritas. Dakwaan primernya yakni Pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan Anak Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kemudian dakwaan subsider Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Atau dakwaan yang kedua primer pasal 170 ayat 2 ke 3 KUHP. Subsider Pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP.
“Jadi memang dakwaannya disini adalah alternatif subsideritas dan di salah satu pasalnya itu ada yang ancaman hukumannya kurang dari 7 tahun. Maka ditawarkan untuk dilaksanakan diversi yang kemudian tadi ditolak oleh keluarga korban,” imbuh Lis.
Mendengar surat dakwaan itu, Kuasa hukum dari kedua terdakwa menyatakan keberatan. Mereka akan mengajukan eksepsi atau pembelaan. Sidang akan dilanjutkan pada Jumat (23/8) lusa.
” Untuk sidang hari ini ditunda karena akan ada pengajuan keberatan dari pihak pelaku anak,” kata Lis.
Terpisah, Kuasa hukum keluarga korban, Hari Pamularsih, mengatakan pihak keluarga korban menolak diversi dan menginginkan sidang tetap dilanjutkan.
” Dari kami pihak keluarga korban menolak keras adanya diversi,” kata Hari Pamularsih.
Pihak keluarga menolak diajak damai dengan menyelesaikan perkara ini diluar persidangan.
Karena memang, keluarga kehilangan anak.
” Wong kelangan anak kok, semudah itu mau damai ,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Sarif Kurniawan, justru menyoroti adanya upaya Disversi ini.
Dia menjelaskan, sejak awal sesuai BAP yang diterima, pasal yang dipasang untuk menjerat kliennya adalah pasal 80 ayat 3, undang -undang perlindungan anak yang menyebabkan kematian, upaya Disversi itu tak ada. Namun, saat dia sudah siap sidang majelis hakim PN Boyolali menginginkan adanya upaya Disversi terlebih dahulu.
” Tapi di sini menarik. Karena Majelis hakim memberikan ruang mediasi tersebut,” katanya.
Sedangkan terkait surat dakwaan itu, pihaknya juga mengaku keberatan.
Setelah mempelajari dakwaan tersebut, pihaknya akan menyampaikan ke majelis hakim pada sidang lanjutan yang akan digelar Jumat besok.
” Tadi kami langsung mengajukan keberatan. Sehingga sidang berikutnya kami sampaikan eksepsi terhadap dakwaan tersebut,” ucap Syarif (**)