Saksi Ahli Kasus Pesilat di Boyolali Jelaskan Tahapan Penetapan Tersangka

Fokus Jateng-BOYOLALI- Saksi ahli dihadirkan dalam sidang praperadilan Rizal Saputra (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19) di Pengadilan Negeri Boyolali, Rabu 4 September 2024.
Dr Muhammad Rustamaji, SH,MH. menjelaskan tentang tahapan penetapan tersangka dalam sebuah tindak pidana.
Menurut pakar pidana dari Universitas Sebelas Maret Surakarta itu, untuk menetapkan tersangka, penyidik setidaknya harus memiliki minimal dua alat bukti. Baik itu keterangan saksi, keterangan ahli dan surat-surat atau dokumen.
Pendapat ahli hukum pidana tersebut kian menambah keyakinan penasehat hukum.
Hendrik Kusnianto anggota tim kuasa hukum mengemukakan bahwa penyidik Polres Boyolali dalam pembuktiannya, hanya mampu menunjukkan satu alat bukti yang sah menurut ahli yakni keterangan saksi saja.
Sedangkan alat bukti berupa visum et repertum tak dapat dibuktikan.
Penyidik hanya bisa membuktikan jika kematian korban karena kekerasan itu hanya dari keterangan ahli yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
” Pada pokoknya. Keterangan yang disampaikan pointnya adalah, terhadap perkara yang mengakibatkan kematian, atau luka tubuh, visum itu wajib disertakan sebagai bukti dasar menetapkan orang itu tersangka,” kata Hendrik.
Visum et repertum menjadi alat bukti yang wajib disertakan selain keterangan saksi atau ahli.
Visum itu merupakan Scientific Crime Investigation untuk memastikan seseorang itu mati karena sebab tertentu.
” Nah ini yang menjadi permasalahan. Ternyata dalam fakta persidangan termohon, kita ketahui dalam menetapkan tersangka itu tidak berdasar visum yang ada.”
Hendrik menegaskan, pihaknya juga menemukan fakta menarik dari bukti yang diajukan termohon ke hakim tunggal, Andika Bimantoro. Dimana terungkap kesaksian ahli forensik yang di jadikan ahli itu tak sesuai dengan surat permohonan yang diajukan Polres Boyolali.
Dari bukti surat, diketahui Polres Boyolali mengajukan ke RS. Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan bedah mayat dan visum et repertum.
” Ini kan beda konteks ini. Yang dilakukan oleh dokter ahli forensik, dengan permintaan dari Polres,” ucapnya.
Terkait hal itu, pihaknya menduga kehadiran ahli forensik ketika diminta keterangan ahli pada jam 16.30 WIb tanggal 31 Juli itu cacat formil. Mengingat tidak berdasarkan surat tugas yang benar. Selain itu, 7 saksi yang membuat kedua klien jadi tersangka itu diperiksa pada saat yang bersamaan. Sehingga penetapan tersangka dua kliennya cukup janggal.
” Jadi penetapan tersangka ini. Hanya angan-angan penyidik. Penyidik memang wajib segera melakukan pemeriksaan. Tetapi kan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan juga. Karena ini berkaitan dengan hak asasi manusia,” jelasnya
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Boyolali, Iptu Joko Purwadi yang hadir dalam sidang praperadilan ini mengaku telah mendengarkan keterangan ahli tersebut. Menurutnya keterangan ahli pidana ini normatif terkait dengan proses penyelidikan dan penyidikan.
Sidang praperadilan dilanjutkan besok, Kamis 5 September 2024 dengan agenda pembacaan kesimpulan dari pemohon dan termohon. (**)