Praperadilan Gugur, Kuasa Hukum Dua Pesilat Prihatin Putusan Hakim

Kuasa hukum kedua pesilat, Dwi Prasetyo Wibowo (yull/Fokusjateng.com)

FokusJateng- BOYOLALI,-Dua dari empat pesilat tersangka kasus penganiayaan terhadap Ahd mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Boyolali, hanya saja gugatan praperadilan yang diajukan oleh Rizal Saputra (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19) dinyatakan gugur dalam sidang yang dipimpin Andika Bimantoro pada Jumat 6 September 2024.
Dalam putusannya, Andika menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon tidak dapat diterima. Dalam pertimbangannya, hakim Andika menyebut jika gugurnya gugatan praperadilan ini berdasarkan putusan Mahkamah konstitusi (MK) 102/PPU-XIII/2015.
Putusan MK ini menyatakan bahwa praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon telah digelar apapun agendanya.
” Menimbang berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 102 dan Putusan mahkamah konstitusi nomor 66 tanggal 30 Oktober 2018 tersebut diatas, maka telah diperoleh kepastian hukum atas norma hukum yang diatur pasal 82 ayat 1 KUHAP, sehingga sudah ada lagi perdebatan mengenai kapan permohonan praperadilan dinyatakan gugur,” ucap Andika.
Dengan pertimbangan ini, hakim juga harus mengesampingkan pendapat ahli karena tak punya dasar hukum. Sebelumnya, ahli hukum yang dihadirkan Rizal dan Tegar berpendapat yang pokok intinya, praperadilan gugur sewaktu dakwaan telah dibacakan.
Hakim PN Boyolali itu juga memutuskan untuk membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil.
Menanggapi keputusan tersebut, Kuasa hukum kedua pesilat, Dwi Prasetyo Wibowo, menyatakan keprihatinannya atas putusan hakim PN Boyolali yang menggugurkan gugatan praperadilannya. Gugurnya gugatan itu pun meruntuhkan benteng pertahanannya dalam memperjuangkan hak asasi manusia.
Menurut Dwi Prasetyo Wibowo dan rekan-rekan kuasa hukum, prapreadilan juga sebagai upayanya dalam mempertahankan hak martabat warga negara yang disangkakan melakukan tindak pidana.
” Proses itu dicederai dengan praktik penegakan hukum yang tidak sesuai,” ucapnya saat ditemui seusai sidang.
Gugurnya gugatan praperadilan ini karena perkara dua kliennya telah dilimpahkan kejaksaan ke Pengadilan. Padahal putusan MK itu masih menjadi perdebatan.
” Kemarin kami juga hadirkan ahli dari akademisi UNS, Muhammad Rustamaji itu juga menerangkan dibawah sumpah, berdasarkan keilmuannya, bahwa permohonan praperadilan gugur manakala pembacaan dakwaan sudah dilaksanakan pada sidang,” katanya.
Ia menegaskan, dakwaan itu belum dibacakan dalam sidang pertama Rabu kemarin. Gugurnya praperadilan ini juga membuatnya kian yakin. Jika praperadilan selain untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka juga menguji sinergitas antar penegak hukum.
” Dalam praperadilan ini kita juga dapat melihat bahwa sinergitas antar penegak hukum ini teruji,” sindirnya.
Kendati demikian, Menurut Dwi Prasetyo Wibowo dan rekan-rekan kuasa hukum, menyatakan tak akan menyerah dengan perampasan hak dua kliennya atas penetapan tersangka tanpa dua alat bukti tersebut.
Meski di Pengadilan yang menjadi benteng mencari keadilan telah gugur, namun upaya lain akan ditempuh.
” Kami akan berupaya dengan melaporkan di lembaga-lembaga pengawas penyidikan. Seperti ke Itwasdal, Ditpropam hingga ke Mabes Polri. Supaya hal-hal sepertini tak terjadi dikemudian hari.” (**)