SEMPAL Tuding Gibran Rusak Pondasi Demokrasi di Solo

FOKUSJATENG.COM, SOLO  – Aktivis pro demokrasi se-Solo Raya yang tergabung dalam Sempal (Solo Melawan Politik Amoral) kembali menyoroti soal cawe-cawe (ikut campur tangan) dinasti politik Jokowi.dalam Pilkada 2024 Jawa Tengah dan Solo.

Setelah sebelumnya menyebut Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih tak tahu etika karena terang – terangan menemani Ahmad Luthfi ke KPU. Kini, Sempal menuding Gibran ikut campur tangan juga dalam Pilkada Solo.

Sempal menyebut keterlibatan Gibran dalam kegiatan sosialisasi pasangan calon (paslon) walikota dan wakil walikota Solo, Respati – Astrid, telah mengaburkan batas antara tanggung jawab nasionalnya dengan kepentingan politik praktis di tingkat lokal. Parahnya, kegiatan blusukan yang dilakukan Gibran bersama Respati dan Astrid pada Selasa (10/9/2024) disertai dengan pembagian sembako kepada masyarakat, sedangkan Bawaslu Solo belum menetapkan paslon peserta Pilkada.

Sempal berharap pihak Bawaslu Solo supaya bisa lebih jeli melihat campur tangan Gibran dalam Pilkada Solo, dan berani memberikan tindakan tegas. Hal itu karena secara etika politik kehadiran Gibran sebagai figur penting di tingkat nasional dalam Pilkada Solo, menimbulkan ketidakseimbangan dalam kompetisi politik dan merugikan paslon lain yang tidak memiliki akses ke figur nasional sekelas Gibran.

“Pilkada adalah momentum penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin daerahnya secara bebas dan adil. Pemilu seharusnya menjadi ajang kontestasi ide, visi, dan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan ajang kompetisi siapa yang memberikan bantuan lebih banyak. Dalam proses ini, campur tangan pejabat publik dan figur nasional termasuk wakil presiden terpilih adalah hal yang tak wajar. Dengan keikutsertaan Gibran mendampingi blusukan paslon Respati dan Astrid serta terlibat dalam pembagian sembako, Bawaslu mestinya bisa mengimbau para calon agar tetap mengedepankan etika politik. Ini sekaligus untuk memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat,” papar juru bicara Sempal, Yosep Heryanto, dalam Diskusi Kamisan Solo Melawan Politik Amoral, yang di selenggrakan Kamis (12/9/2024), di kawasan Laweyan, Solo.

Lebih lanjut Yosep mengatakan, keterlibatan Gibran dalam sosialisasi itu, kata Yosep, bukanlah persoalan kecil. Sebagai wakil presiden terpilih yang memiliki pengaruh besar, kehadiran Gibran mendampingi paslon tersebut dinilai sebagai tindakan amoral dalam konteks demokrasi, dan dapat dianggap sebagai penyalahgunaan posisi untuk mempengaruhi proses pemilihan daerah.

Sempal melihat pembagian sembako kepada masyarakat menjelang pemilu, sering dianggap sebagai bentuk politik suap, di mana bantuan material digunakan untuk membeli dukungan suara dari masyarakat miskin, dan pada tingkat yang lebih fundamental, bisa merusak esensi dari demokrasi itu sendiri, sehingga memberikan pengaruh negatif besar terhadap cara pandang demokrasi. Lebih dari itu, keterlibatan Gibran juga menimbulkan pertanyaan tentang etika politik dan kepemimpinan yang seharusnya ia tunjukkan.

“Sebagai wakil presiden terpilih yang seharusnya membawa harapan baru bagi politik Indonesia, Gibran justru menunjukkan bahwa ia tidak kebal terhadap godaan politik praktis yang merusak demokrasi. Dalam konteks ini, keterlibatannya lebih dari sekadar masalah hukum. Ini adalah masalah moral dan prinsip. Seorang pemimpin nasional harus menjadi contoh bagi pejabat publik lainnya tentang bagaimana menjaga netralitas dan integritas dalam proses demokrasi, terutama di tingkat daerah,” kata Yosep.

Sebagai rakyat yang memiliki moral dan etika, imbuh Yosep, maka seharusnya dapat menjunjung nilai demokrasi secara sehat, supaya proses pemilihan berlangsung secara adil, jujur, dan transparan. Keterlibatan figur nasional dalam politik lokal justru hanya akan merusak fondasi demokrasi yang sudah ada.

“Gibran sebagai wakil presiden terpilih, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga netralitas dan integritas demokrasi. Bukan justru menjadi bagian dari masalah. Jika demokrasi di Solo ingin tetap kuat, maka figur seperti Gibran harus menjaga jarak dari politik praktis dan fokus pada tanggung jawabnya sebagai calon pemimpin nasional yang menjaga keadilan dan integritas demokrasi,” tandasnya. ( rls/bre)