Konflik Desa Kebon Bimo Boyolali, Warga Tuntut Pertanggungjawaban Kades

Ratusan warga Desa Kebon Bimo Boyolali mendatangi rumah pemotongan ayam, mengecek langsung jumlah sumur dalam dan kondisi pengelolaan limbahnya (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng- BOYOLALI,-Rencana sosialisasi pendirian pabrik oleh salah satu PT, gagal total setelah ratusan warga Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali mendatangi balai desa menuntut pertanggungjawaban kepala desa, terkait sejumlah masalah di desa setempat.
Begitu sosialisasi dimulai, sejumlah warga langsung melakukan interupsi menanyakan keterlibatan kades terkait permasalahan mulai dari limbah hingga pembebasan lahan rumah pemotongan ayam (RPA), sumur air dalam, perizinan mini market dan lainnya.
“Pertama mengenai perubahan zona kawasan peruntukan industri (KPI). Desa Kebonbimo merupakan daerah wisata dengan kekayaan sumber daya air. Lalu dari zona kuning berubah menjadi zona merah. Sehingga investor dan industri berdatangan. Belum lagi soal pembebasan lahan yang diduga untuk RPA. Selama ini warga sudah menanyakan soal pembebasan itu. Saat kami tanyakan jawaban pak Kades ora mudeng (Nggak tahu),” tegas Mulyadi tokoh pemuda saat sosialisasi di kantor desa setempat, Kamis 19 Desember 2024.
Warga pun mengaku geram, mereka sepakat menolak Perluasan rumah pemotongan ayam (RPA). Mengingat persoalan limbah di RPA belum teratasi. Warga juga khawatir jika penggunaan air dari sumur dalam akan mempengaruhi debit air di Umbul Tlatar. Puncaknya, saat sosialisasi hendak dimulai dari pihak pabrik. Warga memilih bubar dan pindah menggeruduk RPA. Mereka ingin mengecek langsung jumlah sumur dalam dan kondisi pengelolaan limbahnya.
“Bau limbah dari RPA sangat menyengat. Bau itu akan muncul tiap pukul 00.00 sampai dini hari. Baunya itu pating klenyit (Tidak enak,Red), baunya muncul setiap malam. Harapannya limbahnya benar-benar ditangani. Jangan dibuang, harus tanggungjawab penuh, jangan warga yang nanggung juga,” kata salah satu warga saat ditemui di depan RPA.
Tokoh Desa Kebon Bimo, Jumari Hasta Nugroho mengatakan bahwa RPA itu sudah berdiri sejak dua tahun terakhir. Namun, beberapa persoalan muncul. Seperti bau limbah yang tercium hingga radius 1,5 kilometer dari pabrik. Bau menyengat itu menyebar hingga ke perkampungan.
“Tuntutan warga, ini masalah pengeburan sumur dalam. Jadi penggunaan air itu sangat mengganggu kelestarian mata air. Karena sudah terbukti mata air sekarang menyusut sampai 30 persen. Ini diindikasikan ya, dampak dari pengeboran,” paparnya.
Dijelaskan, aksi warga itu untuk mengantisipasi dampak lingkungan di Kebonbimo. Termasuk pelestarian mata air yang menjadi sumber penghidupan ratusan hingga ribuan kepala keluarga (KK). Pihaknya khawatir jika pabrik-pabrik baru terus berdiri yang mengebor sumur dalam maka akan berdampak pada mata air. Apalagi dikabarkan ada belasan pabrik yang akan berdiri di Kebonbimo.
“Harapannya ya, kita saling menjaga kelestarian alam. Sama-sama kita itu saling menghandarbeni (Mempunyai). Karena semua ada korelasinya. Jadi air itu kepentingan hidup hajat hidup orang banyak. Ada yang petani berapa ratus hektare, ada pengguna air minum berapa ribu orang, yang menggunakan air dari mata air umbul Tlatar,” tambahnya.
Sementara itu, satu per satu pejabat desa, baik BPD maupun perangkat juga ditantang warga. Mereka satu per satu diminta untuk bicara terkait persoalan itu. Mereka menegaskan akan mengikuti keinginan masyarakat. Terutama masalah penolakan pendirian pabrik itu.
“Sebenarnya permasalahannya itu banyak sekali, menumpuk, terakumulasi dan hari ini puncaknya. Masalah penghapusan aset juga terus kami kejar,” kata Jumari.
Kepala Desa Kebon Bimo, Sudadi saat dikonfirmasi mengaku pihaknya akan mengikuti apa kemauan warga.
“Kami ikut dengan keinginan warga. Termasuk kaitannya penolakan perluasan RPA,” ucapnya singkat. (yull/**)