Fokus Jateng-SOLO- Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si kembali mengukuhkan Guru Besar (GB) baru dalam Sidang Terbuka Senat Akademik UNS, di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS, pada Jumat 20 Desember 2024.
Pengukuhan Guru Besar baru di hari kelima ini, antara lain Prof. Ir. Ary Setyawan, M.Sc., Ph.D (Fakultas Teknik), Prof. Dr. Ir. Dwi Ardiana Setyawardhani, S.T., M.T (Fakultas Teknik), Prof. Dr. Wiharto, S.T., M.Kom (Fakultas Teknologi Informasi Sains dan Data), Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si (Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan) dan Prof. Dr. Suharno, S.T., M.T (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si. dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Sosok dari Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si, pria kelahiran Wonogiri, 13 Agustus 1971 saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) juga Dosen Program Studi PPKn FKIP UNS Surakarta. Pengukuhan guru besar Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si mengambil tema orasi berjudul ‘Integrasi Pancasila pada pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya mewujudkan warga Indonesia yang berkarakter’ yang dengan menyajikan 5 bahasan, yaitu Hakekat dan Pentingnya Pancasila; Kompetensi, Isi dan Area Pendidikan Kewarganegaraan ; Integrasi Pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan; Indeks Karakter Warga negara, dan ; Simpulan.
Menurut Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si membicarakan Pancasila mungkin sudah biasa dan sesungguhnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun dengan semakin banyaknya warga Indonesia mau berbicara Pancasila akan semakin kokohlah Pancasila di Indonesia ini.
“Tiga rezim kepemimpinan yang kita lalui sekarang juga membicarakan Pancasila khususnya dikaitkan dengan karakter. Presiden SBY memprogamkan Pembangunan Karakter Bangsa (2010), Jokowi menggerakan perlunya Penguatan Pendidikan Karakter (2016) dan Prabowo mengajak marilah kita “Memperkokoh Ideologi Pancasila” (2024),” kata Ketua Program Studi Magister Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) UNS Surakarta.
“ Namun demikian, tetap menarik kita untuk dipertanyakan terus perihal Pancasila ini, yakni 1) Apakah sesungguhnya Pancasila itu dan mengapa ia penting bagi bangsa ini?, 2) Apa kaitan Pancasila dengan pendidikan kewarganegaraan?, 3) Bagaimana integrasi Pancasila pada pendidikan kewarganegaraan? dan 4) Bagaimana menilai karakter warga berdasarkan Pancasila?” imbuhnya.
Pengertian Pancasila mencakup persoalan tentang rumus dan isi Pancasila. Rumus Pancasila adalah status, kedudukan, posisi, eksistensi, fungsi atau makna penting dari Pancasila pada bangunan negara bangsa Indonesia. Sedang isi Pancasila dimaksudkan muatan, kandungan atau substansi dari setiap isi dari 5 sila Pancasila. Pancasila penting dan diperlukan karena Indonesia baru membutuhkan ideologi dan identitas baru yang mampu mempersatukan masyarakat. Baik rumus dan isi Pancasila ditafsirkan dengan keragaman pendapat dan interpretasi.
“Satu Pancasila beragam tafsir. Dengan demikian, rumus dan isi Pancasila manakah yang seharusnya disosialisasikan kepada warga muda,” terang Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si.
Pancasila berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan, sebab sosialisasi Pancasila dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila menjadi isi utama pendidikan kewarganegaraan Indonesia baik pada area sekolah, masyarakat maupun praksis di jalur akademik. Integrasi Pancasila pada pendidikan kewarganegaraan dilakukan dengan menata materi atau rumus Pancasila sesuai dengan jenjangnya. Di SD, materi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, di SMP materi Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan di SMA materi Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara. Dengan penataan demikian, menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai moral (SD), sebagai pendidikan kebangsaan (SMP), dan sebagai pendidikan politik (SMA)). Secara berturut turut, uraian atau isi Pancasila dijelaskan melalui pendekatan sosiologis, historis dan yuridis. Karakter warga negara berdasar Pancasila yang mencakup atas 2 karakter kewarganegaraan atau civic virtue yakni civic comitmen dan civic disposition.
“Civic commitment-nya adalah menerima, loyal, menghargai, mempertahankan dan melestarikan Pancasila . Civic disposition-nya adalah dimilikinya nilai-nilai dasar Pancasila itu dalam diri warga negara yakni karakter yang religius, manusiawi, nasionalis, demokratis dan adil,” paparnya.
Lebih jauh, pada ranah pendidikan, karakter warga negara diukur melalui bentuk penilain sikap atau afektif. Penilaian ini bisa dilakukan dengan teknik seperti angket, inventori, observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Karakter bersatu misalnya, dijabarkan terlebih dulu ke dalam beberapa indikator selanjutnya dibuat butir butir pernyataan. Butir butir pertanyaan disusun sesuai dengan teknik yang digunakan. Selanjutnya butir butir pernyataan karakter dalaam bentuk intrumen ini diberikan kepada warga misalnya peserta didik sekolah agar diisi.
“Butir butir pernyaaan karakter dapat dikategorikan sebagai indeks karakter warga negara , sedang hasil pengisiannya menunjukkan bagaimana kondisi karakter warga negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” ungkap Prof. Dr. Winarno, S.Pd., M.Si mengakhiri pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Bidang Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (ist/**)